Home » » Psikologi Hukum (Pengertian dan Perkembangan Hingga Lahirnya Psikologi Hukum)

Psikologi Hukum (Pengertian dan Perkembangan Hingga Lahirnya Psikologi Hukum)

Pengertian Psikologi 
dan
Perkembangannya Hingga Lahirnya Psikologi Hukum


Salah satu hasil riset psikologi terhadap fenomena hukum, yang menunjukkan betapa faktor psikologis hakim sangat berpengaruh terhadap putusan-putusannya adalah kisah nyata berikut, seorang pemuda negro yang dipidana penjara lima tahun, untuk penolakannya terhadap kewajiban mengikuti wajib militer, dan sangat ditengarai bahwa beratnya pemidanaan yang diperolehnya karena adanya faktor ‘prejudice’ yang berdasarkan diskriminasi ras, yaitu :
1.  Faktor kulit hitam ;
2. Faktor mode rambut si terpidana waktu ia tampil di persidangan pengadilan, yang menggunakan model rambut Afrika, yang gondrong di “belit-belit pita atau cacing”.
3. Faktor pakaian yang dikenakannya, waktu tampil di persidangan, yaitu pakaian, ‘dashiki’ (jubah Afrika yang gombrang berwarna-warni).

Demikian juga, dengan menggunakan kajian Psikologi Hukum khususnya Psikologi Kriminal, kita dapat memprediksi berbagai fenomena hukum, antara lain dalam buku karya Geoffrey M. Stephenson (“The Psychology of Criminal Justice”, 2007: 43).

PREDIKSI KEMUNGKINAN SEORANG ANAK
MENJADI KRIMINAL SETELAH BERUSIA
30 TAHUNAN

FAKTOR PREDIKSI UMUM

PADA USIA
ASPEK YANG PALING MENCOLOK
a.  Keterpurukan ‘socio- economic’
b.  Dibesarkan oleh orangtua miskin
c.   Keluarga bermasalah
d.  Problem-problem sekolah
e.  Mengalami defisit Atensi-Hiperaktif-Impulsif
f.    Anak yang memiliki Perilaku anti-sosial

8-10
10

10
11


8-10

8-10
Perumahan kumuh
Perceraian antara kedua orangtua
Orang tuanya adalah NAPI
Hanya lulus Sekolah Dasar
Keberanian Ekstrem

Mengalami kesualitan ekstrem

Menurut  C. George Boeree (Profesor Fakultas Psikologi Shippen University), dalam bukunya General

Psychology (2008: 17):

Psikologi adalah kajian tentang pikiran, seiring dengan aspek-aspek pikiran seperti persepsi, kognisi, emosi, dan perilaku. Dalam beberapa cara psikologi sudah menjadi wilayah tersendiri sejak akhir 1980-an, ketika tokoh seperti Wilhelm Wundt, William James, dan Sigmund Freud memisahkannya dari beragam disiplin induk semisal biologim filsafat dan kedokteran. Tetapi, dalam beberapa cara lain, psikologi sudah seumuran dengan manusia dalam mendiskusikan manusia itu sendiri. Saya menduga bahwa manusia gua mungkin duduk didekat api sembari membincangkan hal-hal yang sama seperti yamng kita lakukan. Bagaimana bisa anak-anak mereka menjadi aneh, mengapa pria dan wanita tidak hidup bersama secara harmonis dan lebih baik, ada apa denganrakyat dari lembah berikutnya, bagaimana Zook tua tidak sama sejak batu menumpanya, dan apa arti sebenarnya dari mimpi-mimpi”.

Menurut Wikipedia, the free encyclopedia, htm :

Psychology is an academic and applied field involving the scientific study of mental processes and behavior. Psychology also refers to the application of such knowledge to various spheres of human activity, including problems of individuals’ daily lives and the treatment of mental illness. Neuropsychology studies the actual neural processes and how the relate to the mental effects they subjectively produce. Biological psychology is the scientific of the biological bases of behavior and mental states”.

Kini, Psikologi berupaya untuk menjadi sebuah ilmu. Ilmu adalah usaha untuk mengkaji sebuah subjek dengan kemampuan eksplisit untuk berpikir selogis mungkin berpijak sekuat mungkin pada fakta-fakta empiris secara manusiawi. Ilmu-ilmu lain -- kimia, fisika, biologi, dan seterusnya -- telah meraih keberhasilan sangat besar dengan cara ini. Para pendahulu kita, yakni manusia gua, sangat heran dengan pemahaman kita tentang dunia sekitar kita!. Namun, bidang garapan psikologi (dan ilmu-ilmu manusia lainnya) lebih sulit dipancangkan secara pasti. Kita umat manusia tidak sekoperatif sejumlah zat hijau yang pekat dan lengket dalam gelas kimia! Hampir merupakan kondisi yang mustahil: Mempelajari sosok yang melakukan kajian itu sendiri; meneliti para peneliti; mem-psikoanalisiskan para psikoanalisis.

Kita masih punya jalan panjang yang kita tapaki dalam psikologi. Kita punya banyak teori tentang manusia; kita punya eksperimen dan kajian-kajian lain tentang satu detail tertentu mengenai kehidupan atau detail lainnya, kita punya banyak teknik terapuetis yang kadang berhasil dan kadang juga tidak. Namun, terdapat kemajuan pesat yang dapat kita lihat pada setengah abad yang lalu. Hal ini agak mirip dengan ilmu kedokteran. Pada saat itu kita tidak punya vaksin untuk penyakit anak yang sederhana, atau anastesi untuk operasi; serangan jantung dan kanker adalah sesuatu yang sungguh-sungguh mematikan, berlawanan dengan sesuatu dimana banyak orang bertahan hidup; dan pasien sakit jiwa adalah orang-orang yang semata kita pasung atau dilobotomi (dipotong sebagian saraf tertentu).

Suatu saat kita akan memiliki jenis-jenis pemahaman yang sama tentang pikiran manusia, sebagaimana kita yang sangat cepat mengembangkan pemahaman akan tubuh manusia. Hal yang menyenangkan adalah kita dapat berpartisipasi dalam proses ini. Dan paling tidak, buku ini adalah wadah yang baik untuk memulai.

Tepatlah menurut penulis apa yang dikemukakan oleh Rita L. Atkinson dalam bukunya Introduction to Psychology (1999: 5-6), bahwa:

“Psikologi mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan kita. Dengan makin kompleksnya masyarakat, psikologi mengemban peranan yang makin penting dalam memecahkan masalah manusia. Para pakar psikologi menaruh perhatian terhadap berbagai masalah yang sangat beraneka ragam. Sebagian adalah masalah yang umum. Cara-cara membesarkan anak yang bagaimana yang dapat menghasilkan manusia dewasa yang bahagia dan efektif? Bagaimanakah cara mencegah penyakit jiwa? Usaha apa yang dapat dilakukan untuk menghapuskan prasangka ras?Kondisi keluarga dan masyarakat bagaimana yang ikut menunjang timbulnya gangguan jiwa, tindakan agresif dan kejahatan?”

Masalah lainnya bersifat lebih khusus. Tindakan apa yang terbaik untuk menangani masalah merokok dan kegemukan? Mampukah kaum pria merawat anak-anak seterampil kaum wanita? Sejauh mana hasil survey politis sesuai dengan ramalan yang dibuat? Bagaimanakah sebaiknya mengatur alat-alat dalam menara pengotrol lalu-lintas udara untuk mengurangi kesalahan yang dibuat petugas? Bagaimana menolong orang sakit parah agar menghadapi maut dengan tenang? Seberapa efektifkah psikoterapi terhadap pengobatan  kecanduan minuman keras? Dapatkah daya ingat ditingkatkan dengan menggunakan obat-obatan yang memperlancar hubungan antarsyaraf? Para pakar psikologi bergulat dalam masalah tersebut dan dalam banyak hal lain”.

Tetapi hal yang paling penting dalam hubungannya dengan kajian Psikologi Hukum, adalah apa yang lebih lanjut dikemukakan oleh Rita L. Atkinson (1996:6-7), bahwa :

“Psikologi yang berpengaruh dalam kehidupan kita, dalam bidang hukum dan peraturan yang berlaku dalam masyarakat. Undang-undang mengenai diskriminasi, hukuman berat, pornografi, perilaku seks, dan syarat penahanan sesesorang untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, juga dipengaruhi oleh teori dan penelitian psikologi. Misalnya, undang-undang mengenai penyimpangan seksual telah banyak mengalami perubahan dalam kurun waktu 30 tahun ini berdasarkan penelitian yang menunjukkan bahwa tindakan penyimpangan seksual di masa lampau dikategorikan sebagai “normal” dengan pengertian banyak orang yang terlibat dalam tindakan ini”.

Kebutuhan adanya kajian psikologi hukum semakin terasa jika kita membaca terjemahan yang memberi ilustrasi contoh persidangan di Amerika Serikat, yang tentu proses acara pidananya agak berbeda dengan hukum acara pidana kita di Indonesia tetapi prinsip-prinsip yang membuktikan betapa eratnya kajian psikologi terhadap proses peradilan[1] tanpak sebagai berikut :

“Seorang terdakwa sedang menjalani persidangan untuk sebuah tindak kejahatan berat. Pengacara menyampaikan opening statement (argumen pembuka), para saksi dipanggil, pelbagai rahasia diungkap, pelbagai motif dipertanyakan. Dalam argumen penutupnya, para pengacara menyampaikan permohonan pengampunan dengan berapi-api kehadapan juri. Para anggota juri beruapa keras menemuka kebenarannya. Di ruang sidang yang hening, yang sarat dengan ketegangan, ketua tim juri mengumumkan keputusan mereka; Kami menganggap terdakwa .... (bisa guilty bisa not guilty).

Persidangan menjadi pokok pembicaraan baik di dalam karya sastra hebat maupun picisan, di dalam film-film layar lebar terkemuka maupun film-film televisi kacangan. Ini disebabkan karena persidangan adalah sebuah drama psikologis yang sangat menarik. Di dalamnya terdapat pertanyaan tentang motivasi; cinta, kebencian, ketakutan, ketamakan, atau kecemburuankah yang menjadi penyebab sebuah tindak kejahatan? Di dalamnya juga ada persuasi; dimana pengacara dan saksi berusaha mempengaruhi hakim atau tim juri dan selama mempertimbangkan suatu keputusan, para juri berusaha saling mempengaruhi. Proses-proses perseptual dan kognitif turut bermain di dalamnya, para saksi mata harus mengingat-ingat dan melaporkan apa yang mereka lihat, para juri harus menelaah bukti-bukti untuk mencapai kesimpulan. Terakhir, ada proses pengambilan keputusan. Tujuan persidangan adalah untuk mencapai suatu keputusan, sebuah ‘verdict’ (putusan juri, kita di Indonesia tidak dapat menerjemahkannya sebagai putusan hakim, karena sifat putusan juri berbeda dengan putusan hakim). Dan, jika keputusannya adalah bersalah, maka ada pilihan hukuman yang tepat untuk itu.

Persidangan adalah bagian sistem peradilan yang paling visibel. Tetapi persidangan hanya merupakan bagian kecil darinya. Ketika kita melihat ke luas proses persidanganm kita akan menemukan bahwa sistem hukum sarat dengan masalah-masalah psikologis. Hampir setiap bidang ilmu psikologi (yaitu, perkembangan sosial, klinis dan kognitif) relevan dengan aspek hukum tertentu...”

Meskipun Psikologi hukum sebagai disiplin ilmu tersendiri, terpisah dari induknya Psikologi umum, jadi memang masih merupakan disiplin mandiri terhadap hukum yang masih sangat muda usianya, baru lahir disekitar tahun 1960-an/1970-an, tetapi jauh sebelumnya, bahkan sejak akhir abad-19, telah dilakukan berbagai penyelidikan-penyelidikan, kajian-kajian dan tulisan-tulisan tentang salah satu aspek dari yang kemudian masuk dalam pokok bahasan kajian Legal Psychology, yang merupakan penamaan umum dari kajian Psikologi Hukum.

Di antara studi tentang aspek tertentu dalam hubungan Psikologi dan Hukum, sebelum lahirnya disiplin  ilmu “Legal Psychological” (Curt, R. Bartol & Anne M. Bartol, 2008 : 10-11), adalah :
1893     -- Eksperimen yang pertama kalinya terhadap psikologi tentang kesaksian dilakukan oleh J. McKeen Cattell dari Universitas Columbia.
1903     -- Louis William Stern dari Jerman, mendirikan kelompok yang melakukan penelitian secara periodik terhadap Psikologi Kesaksian.
1908 -- Publikasi dari Hugo Munsterberg yang berjudul: On the Witness Stand, merupakan salah satu buku professional pertama dalam literatur Psikologi Forensik.
1911 -- Jl Varendonck salah seorang psikolog yang mengkaji kesaksian dalam proses hukum pidana di Belgia.
1913 -- Untuk pertama kalinya pelayanan psikologi diberikan terhadap narapidana wanita di Amerika Serikat, dalam hal ini Negera Bagian New York.
1917 -- Lois Terman adalah psikolog Amerika pertama yang menerapkan tes psikologi di dalam skrening personel penegak hukum.
1918 -- “First immate classification system” dikembangkan oleh para psikolog melalui Departemen Lembaga Pemasyarakatan Negara Bagian New Jersey. Selain itu, Negara Bagian New Jersey juga yang secara rutin menjadikan sebagai basis regulernya psikologi terhadap para aparat maupun narapidana di Lemaba Pemasyarakatan New Jersey.
1921 -- Untuk pertama kalinya, para psikolog Amerika tampil di persidangan pengadilan memberikan ‘keterangan ahli’ yaitu dalam kasus State versus Driver.
1922 -- Karl Marbe, seorang profesor psikolog di University of Wuurzberg, Jerman, menjadi profesor psikologi pertama yang tampil memberikan ‘keterangan ahli’ di persidangan pengadilan, dalam hal ini kasus perdata.
1922 -- Pakar Psikologi Hukum, seorang pakar hukum bernama William Marston, adalah akademisi pertama yang dikukuhkan sebagai “professor legal psychology” di America University in Washington D.C. William Marston juga tercatat sebagai orang yang pertama kali melakukan penelitian Psikologi Hukum terhadap Sistem Juri.
1931 -- Howard Burtt, adalah pakar Psikologi Hukum yang pertama kali menerbitkan buku khusus tentang Psikologi Hukum berjudul: Legal Psychology.
1961 -- Hans Toch, sebagai editor menerbitkan buku yang berisi kumpulan tulisan penulis berjudul: Legal and Criminal Psychology.

Dan seperti yang telah kemukakan, Munsterberg pada akhir abad ke-19 pertama kali menggunakan riset Psikologi Hukum.

Dalam perkembangan lebih lanjut, dari Psikologi, lahirnya Psikologi Sosial, yang kemudian berkembang lagi ke dalam banyak sub kajian, salah satunya adalah Psikologi Hukum.

Menurut Edward E. Jones[2] :

“Social psychology is the study of the nature, functions and phenomena of social behavior and of the mental experience of individuals in social contexts. It includes the study of social effects on aspects of behavior and mental experience that are studied more generally in other branches of psychology...”

Menurut Edward E. Jones, Psikologi Sosial adalah suatu kajian tentang sifat, fungsi dan fenomena perilaku sosial dari pengalaman mental dari individu dalam suatu konteks sosial. Kajian ini meliputi kajian efek sosial pada aspek-aspek perilaku dan pengalaman mental yang dipelajari secara lebih umum dalam cabang psikologi lainnya.

Dapat dikatakan bahwa Psikologi Hukum adalah suatu kajian tentang sifat, fungsi dan perilaku hukum dari pengalaman mental dari individu dalam hubungannya dengan berbagai fenomena hukum.



[1]Mark Constanzo, Psychology Applied to Law, 2008, Hal. 2-4
[2]Edward E. Jones, The Social Science Encyclopedia, 1996: 797.
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Creating Website

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. KLIK!! BELAJAR HUKUM - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger